Tiba-tiba dari kejauhan tampak cahaya mobil mendekat ke arahku. Tiak. Bukan ke arahku. Tapi ke arah muka apartemen di seberangku berada. Mobil SUV hitam yang berisik dan keluar beberapa orang dari dalamnya dan masih saja berbincang-bincang dengan serunya.
Nafasku kian berat. Ingin aku berteriak minta tolong. Gila kalau aku berharap mereka menolongku. Siapa yang mau menolong calon pemangsanya? Ayo sini baris satu-satu..setelah aku baikan aku akan makan kalian satu-satu..ga akan sakit kok..tenang saja..tapi sekarang tolong aku dulu ya..
Masa aku ngomong kaya gitu sih..
Heran.
Beginilah kalau sudah mau mati. Aneh-aneh saja pikirannya.
Ternyata salah satu dari gerombolan itu melihatku. Ia terdiam beberapa saat di tengah-tengah teman-temannya yang ribut. Aku berusaha sekuat tenaga untuk membuka mata dan menatapnya. Seorang gadis berambut panjang. Ia balas menatapku ternyata.
Selamatkan aku.
Ia berbicara ke teman-temannya dan menunjuk ke arahku. Mereka semua menoleh dan mengamatiku dari jauh. Dapat kudengar mereka bertanya-tanya seorang terhadap yang lain.
“Siapa? Jangan-jangan pencuri habis digebukin” kata yang agak gemuk
“Masa sih? Masa pencuri pake coat prada gitu sih?” kata seorang yang bercelana ijo muda.
Hebat. Dari jauh dan dalam kegelapan dia masih bisa mengenali merk baju yang kupakai. Sini. Biar aku berikan ciuman kalau kau mau menyelamatkanku. Dan dengan itu kau bisa tidur lama sekali.
“Bukan..dia bukan pencuri..entah siapapun tapi dia butuh pertolongan” kata sang gadis berambut panjang.
Aku tersenyum miris.
“Jangan, ru…kita gak tau
“tapi dia berdarah”
“HIiii! Berdarah ya? Aku takut!” kata temannya yang jangkung.
Bodoh! Jangan darahnya yang ditakuti..masa aku kalah pamor sama darah sendiri sih..
Sudah cepat Bantu aku!
Pikiranku terus berteriak-teriak sementara mulutku kelu dan nafasku semakin tercekat di tenggorokan.
Mereka berbisik kemudian mendekat kecuali yang tinggi. Mereka berkerumun. 4 atau 5 orang entahlah. Dengan ragu mereka mendekat. Kecuali si gadis berambut panjang. Dia langsung menghampiriku. Berlutut di hadapanku dan langsung menatapku dalam. Ia menyentuh dahi ku. Hangat. Tangannya begitu hidup dan hangat. Aku memejamkan mataku merasakan aliran darahnya dibalik lapisan tipis kulit mulusnya.
“Kamu gak apa-apa? Kenapa bisa begini?”
ia memeriksa lukaku dan berkata akan menolongku. Aku berusaha tersenyum untuk bilang sesuatu tapi saat itu seorang temannya menariknya menjauh dari ku sambil berteriak.
“Dia bukan manusia!! LIHAT Itu, RU!!” ia menunjuk ceceran darahku di jalan yang berkilau hitam.
“tapi dia sekarat! Ia butuh pertolongan!!!” gadis itu meronta dalam dekapan temannya.
“Bego! Nanti malah kamu yang dimakan dia!”
aku menggeleng lemas.
“Ti-tidak..” aku tidak akan memakan kalian..
Seorang temannya mendekatiku dan menendang ku.
“Akh!” aku memejamkan mata. Berusaha meredakan rasa sakit yang terbit.
“Lepaskan!!! Aku ingin menolongnya!! Bagaimanapun dia sama kaya kita!!!” degan keras ia berhasil lepas dari cengkraman temannya dan berlari menghampiriku.
“Ruuuuu!!! Gila kamu ya!! RU!! Kamu bisa mati!”
mereka terus berteriak-teriak. Tapi ia tetap menghampiriku tanpa ragu sedikitpun.
“RUUUUUU!!!!” seorang temannya berteriak histeris.
Ia menoleh ke arah mereka dan balas menghardik keras sekali.
“KUCING LU SEMUAAA!!!!! BERISIK TAU!!! SERAHIN KE GUE..KALIAN PULANG AJA!!!!”
“TAPI,RUUUU!!!”
ia menoleh kembali kearahku dan menggengam tanganku.
“aku ga akan mati..iya
Oh please..semoga dia bukan malaikat maut ku. Aku tidak akan rela.
Baru saja aku akan merasakan kelegaan tiba-tiba saja tanah di bawahku seperti menghilang dan semua pun menggelap. *
Wangi cendana. Pasti aku sudah mati. Sial. Ternyata dia benar-benar malaikat mautku. Payah. Harusnya aku tidak bisa mati. Dan aku memang tidak boleh mati. Apa kata paman kalau tahu ia tidak lagi punya penerus. Freya kurang ajar! Awas nanti kalu aku hidup lagi. Akan kukutuk dia jadi batu. Batu bukan sembarang baru. Tapi kotoran babi purba yang membatu selama berjuta tahun dan bau nya tetap awet meskipun sudah membatu.
Sebentar.
Aku merasakan sesuatu berdegup. Aku pun mencari. Berusaha merasakan kembali tubuhku yang tak bisa aku lihat. Hanya terasa. Ya. Degupan itu masih terasa.
Ya ampun! Aku masih hidup ternyata!!! Hebat!!! Hebaaaaaatt!!!!!
Aku tidak sabar ingin membuka mataku dan mengucapkan terima kasih lalu pergi. Jangan sampai aku malah berhasrat untuk memakan penolongku yang cantik itu.
Sebentar…
Aku merasakan degupan lain. kali ini degupan hangat tepat di lengan kananku.
Perlahan kukumpulkan tenagaku dan kubuka mataku perlahan. Hitam. Bukan mati lampu. Tapi memang tempat aku berada bertembok hitam. Gordennya biru tua bludru. Aku mengernyit nyeri menatap samar-samar matahari mulai mencoba menembus gorden biru yang tebal itu. Aku menoleh ke arah lenganku. Gadis itu. Ternyata degupan tadi adalah miliknya. Ia tertidur.
Baru saja aku akan berniat untuk membangunkannya dia sudah mendongak dan mengucapkan..
“Selamat pagi..” senyumnya kemudian ia menguap lebar.
Ia berdiri. Meregangkan badannya kemudian berjalan ke arah jendela.
“Jangan! Jangan dibuka!” kataku panik.
“Hm?” ia menoleh. “siapa yang mau buka?” ia menggaruk-garuk kepalanya kemudian mengambil sesuatu dari bawah tempat tidur.
Aku menghela nafas lega. Ia memegang sesuatu di tangannya dan ketika aku sadar itu apa refleks aku kangsung menyilangkan tanganku di dada. Baju ku!!!! Dia mengganti baju ku! Berarti dia melihatku bugil!!! Tidaaaaaaakkkkkk!!!
“Tenang saja.. luka mu sudah tidak berdarah lagi” ucapnya santai.
Bukan itu yang aku pusingkan, BODOH!!!!!
“Oh..” dia tersenyum2 nakal.
Wajahku memerah. Sial.
“hehe…Cuma aku yang tahu kok..tenang saja..” dia membaca nama di balik pergelangan lengan coat ku. Tidak! Jangan dibaca!!
“-prince Yue”
mati aku.
Dan ia pun tertawa.
“Kurang ajar. Apanya yang lucu.”
“HWAKAKAKAKAKAKAKA!!!!!! PANGERAN? KAYA GINI PANGERAN???? HWAKAKAKAKAKAKAKKK…BUTA!!! PADA BUTAAA!!!!”
Dia tak juga berhenti tertawa. Ingin sekali aku bungkam saja mulutnya. Rusak sudah imej bidadarinya yang semalam. Ternyata dia menyebalkan.
“Pangeran? Hmph! Kamu kira sekarang jaman apa hah? Lagipula mana ada pangeran tapi-Hwahahahahaha….” Dan ia pun pergi tanpa melanjutkan kata-katanya sambil membawa bajuku.
Manusia aneh. Awas saja kalu aku sudah bisa aktif lagi. Akan aku buat dia meringis kesakitan.
Hmmm…iya..tapi memang benar lukanya sudah berhenti berdarah dan aku..mengenakan piyama bergambar bebek-bebek kecil berwarna kuning yang kainnya sangat lembut melapisi kulitku yang mendingin..
Hmm…aku butuh darah…
Selama beberapa jam aku diikat di tempat tidur. Sebenarnya sih memang karena aku belum sanggup untuk bangkit. Tidak dengan luka menganga di perutku ini. Dan pagi tadi sang pemilik apartemen ini pergi dengan berpesan sebaiknya aku tidak kemana-mana. Aku tahu sebenarnya ia tak berniat menahanku di sini. Apalagi aku bisa saja memakannya kapan saja. Tapi entahlah..aku tak terpikir untuk pergi. Karena aku tahu orang-orang Vega akan akan menggeledah kediamanku setelah tahu aku terbunuh atau nyaris terbunuh tepatnya oleh orang Freya kurang ajar itu semalam.
Dan dengan begitu positiflah keberadaanku niscaya tidak aman lagi.
Tapi bagaimana aku bertahan hidup kalau tidak pergi berburu seperti ini?
Aku menoleh ke kiri dan kanan mencari-cari sesuatu. Ketika itu lah aku menemukan tulisan..
“Fresh meal in the refrigerator…
reizokou no naka ni oishii tabemono ga aru yo…
makanan segar ada di kulkas…
########”
apa maksudnya coba.. dia pikir aku tidak bisa berbahasa sama seperti dia apa..dasar bodoh..
hum..aku lapar..tapi apa mungkin aku bisa makan mkanan manusia? Terakhir aku makan eskrim yang aku rebut dari seorang anak manusia ketika umur ku 11 dan setelah itu aku muntah-muntah selama seminggu dan harus minum darah elf yang masih bayi tiap malam. Dan sejak saat itu aku bersumpah tidak akan makan makanan manusia.
Tapi kalau sudah begini keadaannya ya apa boleh buat
Demi Penguasa Langit dan Samudera Bulan….
Dengan susah payah aku duduk dan menurunkan satu persatu kakiku menjejak ke lantai kayu apartemen ini. Sambil berpegangan ke tembok aku berjalan pelan sekali seperti orang tua renta memeganggi perutku yang masih nyeri bukan main. Aku keluar kamar dan melihat sekeliling ku. Apartemen ini tidak terlalu luas tapi hangat dan nyaman. Semua temboknya dicat warna kromatis dan tersusun dengan rapi. Hitam, abu-abu dan putih dengan lantai kayu eboni. Ah..aku jadi teringat peti matiku di kamar. Semua barangnya minimalis kecuali sofa besar depan tivi yang berkesan sanagat tua namun masih tetap nyaman. Di depanku ada lorong kecil ke kiri yang di ujungnya ada wastafel dan di sebelahnya ada kamar mandi dan entah ruang pintu apa di seberang kamarnya ini. Lalu aku berbelok ke kanan dan ternyata d sinilah pusat dari ruangan apartemen ini. Di kananku ada ruang TV bergelar biru tua kotak-kotak hitam di tengahnya dengan tembok abu-abu dan terpasang foto-foto hitam putih berbingkai yang tersusun simetri di dinding tepat di atas TV, di tembok satunya ada sebuah lukisan abstrak yang memadukan warna-warna menyala seperti merah, ungu, hitam, biru dan orange. TV..karpet..sofa besar antik..lalu lagsung dapur. Dapur yang juga minimalis dengan bar kecil di depannya. Aku melangkah pelan mendekati kulkas besar di sisi tembok sebelah kanan tepat di samping jendela yang tertutup gorden abu-abu bergaris-garis biru tua. Sebenarnya ruangan ini cukup terang karena memiliki dua balkon dan banyak jendela. Namun semuanya telah ditutup rapat dengan gorden bludru biru tua yang berat supaya cahaya matahari tidak masuk. Demi aku ya..hmm..
Lampu-lampu temaram downlight tetap membuat ruangan ini ada.
Aku membuka kulkas yang herannya juga berwarna hitam dan melongokkan kepalaku ke dalamnya. Beberapa kaleng makanan siap saji, berbotol-botol jus dan vodka rendah alcohol, susu cair low fat, sayuran segar, mayones, telur, setengah potong tiramisu, sekotak strawberry, satu kotak bento osushi, obat-obatan, pembersih muka, kotak masker wajah,..dan satu mangkok sup hitam tertutup di rak teratas.
Hhmmm…jadi intinya tidak ada yang bisa aku makan di dalam sini.
Dengan menghela nafas panjang aku menutup kulkas dan si rambut panjang itu tiba-tiba ada di hadapanku ketika aku berbalik.
“AAAAHH!!!!!!!” aku memegangi jantungku yang sudah seret darah dan siap meloncat begitu aku melihatnya malah tersenyum-senyum setelah membuatku kaget setengah mampus tadi.
“Hehehe..udah dimakan? Eh! Diminum?” ucapnya tenang sambil duduk di depan meja bar dan mengeluarkan isi belanjaan groceries nya.
“Apa yang bisa dimakan? Aku alergi makanan manusia. Jadi sebaiknya aku pergi dari sini atau kamu akan ada dalam bahaya”
ia hanya mengangguk-angguk santai padahal sejak tadi aku sudah memperhatikan lehernya yang jenjang menopang kepalanya yang bulat berambut panjang hitam itu.
“nanti malam pesananku akan datang, jadi kamu tenang saja”
apanya yang tenang??? Karena racun itu aku jadi kehilangan empat nyawaku!! Bayangkan! Empat!!
Tapi aku hanya diam. Tak mungkin aku bilang seperti tadi, pasti setelah itu aku akan diintrogasi macam-macam dan besoknya aku akan berakhir di pameran hewan langka atau pameran anak ajaib..atau malah ruang otopsi rumah sakit militer sebagai objek penelitian.
“Tapi sekarang kamu makan ini saja dulu ya” ia berjalan melewatiku dan membuka kulkas dan mengambil mangkuk sup hitam tadi. Ia menyodorkannya padaku.
“APa ini? Kamu mau membunuhku ya? Sudah kubilang aku alergi makanan manusia”
“Udah buka aja” jawabnya santai sambil membuka sebungkus sesuatu berisi butiran-butiran kristal putih dan menuangnya ke toples kosong.
Payah..dasar manusia bodoh. Sudah aku bilang aku tidak bisa makan…
“Ahh…” aku tidak jadi menyelesaikan keluhanku dan langsung menatap berbinar ke dalam isi mangkok di tanganku. Wangi yang kukenal menyeruak. Masih segar dan kental. Tanpa ba-bi-bu aku langsung menegaknya. Agak pahit namun tetap enak. Gadis itu Cuma senyum-senyum saja dari tadi. Tandas lah satu mangkok darah dan dengan senang hati aku melap mulutku.
“Apa senyum2 hah! Belum pernah liat orang makan ya!”
“Hehehe..beluwm..enak ga?”
“mmmm…aga pahit sih…tapi lumayan. Darimana kamu dapat?”.
“kucing tetangga”
“WHAT????”
aku pun berlari ke toilet dan memuntahkan semuanya.