Sudah dari sejam yang lalu aku menghitung detik jam yang berbunyi agak kurang ajar di kediaman ku yang sebenarnya memang terlalu besar untuk aku seorang. Sejak tadi juga aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut velvet kirmiziku dan mengutuki matahari yang tidur lebih lambat dari biasanya. Atau aku yang bangun kepagian?
Entahlah..
Akhirnya jam berdentang tujuh kali. Waktunya aku terjaga..kebetulan sekali aku sudah amat sangat lapar. Biasanya aku bisa berburu lebih banyak dari biasanya kalu sedang begini. Tapi lihat nanti sajalah. Yang diluaran
Perlahan aku keluar dari tempat pembaringanku. Melipat selimut velvet kesayanganku dan merapikan singgasana eboni ku itu. Mataku langsung menatap keluar jendela. Hari cerah dengan bulan penuh berwarna keperakan yang bersinar cukup untuk menemaniku berjalan-jalan semalaman ini.
Aku berjalan menuju lemari kayu ku yang entah sudah berapa abad ada di situ. Ku buka pintunya yang menimbulkan suara keriiak berat dan memilih coat hitamku yang nyaman, kemeja putih, dan celana..tanganku berhenti di salah satu jeans belel ku yang amat sangat nyaman tapi sudah berlubang di lututnya. Ingin sih pakai yang itu tapi daripada nanti ini lutut rematik lagi akhirnya aku mengambil jeans hitamku. Ku sampirkan semuanya ke kursi dan aku pun mengganti piyama bergambar bunga matahari di tubuhku dan memakai baju tadi. Aku menghadap ke cermin besar di sisi kananku dan merapikan diri. Rambut perakku sudah mulai panjang rupanya. Apa aku potong sekalian diluruskan aja ya? Humm..lagi jaman tuh..tapi nanti lah..yang penting cari makan dulu..hehe..
Aku pun mengenakan coat hitamku dan lompat jendela keluar rumah. Bukan karena rumahku tidak berpintu hanya saja aku lebih suka keluar seperti ini. Lebih eksotis. Hehe..
Ibukota tidak begitu ramai malam ini. Untung sekali..karena aku baru mulai hidup jam segini. Jadi ingat minggu kemarin karena ada karnaval plus pasar malam tempat ini jadi sangat ramai dan aku agak kesulitan karenanya. Beruntung aku mendapatkan sepasang gadis yang sedang curhat di bawah pohon seberang danau di selatan
Bagaimana dengan malam ini ya?. Dengan tangan di saku dan langkah pelan tapi pasti aku menyusuri jalan-jalan
Hum..aku bertatapan dengan seorang pria yang menatap ku balik sambil menyelidik heran bercampur takjub. Aku tersenyum simpul dan berjalan melewatinya yang masih saja memperhatikanku. Masih bisa aku rasakan hujaman pandangannya di punggungku. Terasa panas dan membuatku agak gatal. Aku tahu yang ia pikirkan. Mungkin agak aneh ya melihat tampangku yang keren ini? Hehe..
Atau rambut perak sebahuku ini?
Um..atau jangan-jangan…
Aku menyempatkan diri melihat pantulan wajahku di kaca pamer di toko di sisiku. Pantas saja mataku masih menyala seperti mata kucing rupanya. Sudah aku bilang aku tidak usah pakai yang beginian tetap saja bule kurang ajar itu menculik kacamataku dan menggantinya dengan yang beginian. Padahal sih tak perlu pakai juga aku bisa buat sendiri. Ku pejamkan mataku sejenak dan berubahlah mata hijau menyala tadi menjadi hitam.
Ups! Kebablasan..mataku jadi hitam semua..sebentar..stop.
yak! Sudah bagus. Hehe..
Setelah merapikan rambut perak ku yang agak ikal akupun melanjutkan berjalan menyusuri jalan basah bekas hujan tadi sore. Jalan menuju taman ini tidak seluas jalan raya. Kanan-kirinya diapit lampu taman yang cukup tinggi dan kuno tapi masih saja terang putihnya menebarkan sedikit kehangatan untuk kulitku yang pucat dingin dan butuh kehangatan ini, kurapatkan jaketku dan aku pun duduk di satu bangku taman yang membelakangi seorang gadis manis yang..
hhmm…wangi whitemusk.. dan aku suka.
Tampaknya ia sedang menunggu seseorang. Ya tidak ada salah nya
Aku bangkit dan berbalik berputar menghadapnya. Ia mendongakkan kepalanya dan balas menatap.
Benar saja. Dia memang manis. Aku pun tersenyum.
“Mm..maaf, sekarang jam berapa ya?” tanyaku sopan.
Tiba-tiba saja wajahnya memerah dan ia langsung gugup mencari sesuatu di dalam tasnya. Telepon genggam.
“Eer..jam..delapan..kurang
“Terima kasih” kataku sambil tersenyum lagi.
Dia pun tersenyum kemudian menunduk menekuri jalan. Aku duduk di sisinya dan bisa aku dengar degup jantungnya dengan telingaku yang agak runcing ini.
“Menunggu siapa?”
“Mm? “ ia mendongak lagi. Kali ini dengan tatapan tidak percaya atau kaget karena mungkin berpikir aku sudah sejak tadi pergi.
“Hm?” tanya ku lagi. Aku senang melihatnya blushing seperti itu. Hehe..
“M..menunggu teman…kalau kakak?” ucapnya ragu-ragu.
Agak terkesiap aku dipanggilnya kakak.
“Hwe..jangan panggil begitu..panggil nama saja” ucapku santai sambil menyandarkan punggungku dan menatap bulan.
“Nama?”
“Iya..namaku..” aku tersenyum lagi, menoleh ke arahnya dan menatapnya tepat di matanya.
Aku mengulurkan tanganku. Perlahan ia menyambut tangan dinginku. Kugenggam tangan hangatnya sambil tersenyum.
“Namaku…Yue” aku pun menyeringai dan dengan cepat kuhampiri lehernya yang putih mulus dan mengalirkan kehangatan itu. Satu desahan dan hidup nya pun mengalir dalam tiap sel tubuhku. Darahnya sangat hangat dan harum. Beruap hawa innocent miliknya yang belum sempat ia serahkan kepada siapapun dan sayang sekali aku hanya tertarik pada darahnya.
Ya.
Mari bersulang..
Untuk hidup.
*
Sudah tiga orang. Satu lagi dan aku akan pulang untuk tidur. Dengan langkah yang ringan aku mencari satu cawan lagi. Ketika aku sedang memperhatikan incaranku tiba-tiba seseorang menepuk bahuku. Aku berbalik dan tak lama aku merasakan nyeri yang amat sangat di ulu atiku.
“AKH!”
aku meringis. Meringis. Dan MERINGIS. Aku membuka mataku dan menatap rE salah satu Ksatria bangsa Freya. Ia tersenyum dingin.
“Bagaimanapun kamu tidak bisa lari dari ku. Apapun wujudmu”
Sial. Kalau begini aku tidak bisa terbang. Aku menunduk. Menatap sebilah pisau perak yang tertanam di perutku dan darah hitamku membasahi tangannya yang masih menggenggam pisau.
“Mu-mm..mustahil” suara ku tercekat dan jantungku berdegup kencang.
Ia mencabut pisaunya hingga aku terhempas terkapar di tengah lapangan berumput basah.
Samar-samar ia ku lihat mendekatiku ,hendak menghujamku lagi.
“Ja-ngan..ku mohon..” rintihku namun tidak juga menghentikan langkahnya.
Ia tersenyum dingin dan menarik kerahku. Detik kemudian ia memukul rahangku hingga aku tak lagi dapat menggambarkan rasa sakitnya. Bibirku robek. Dan pandanganku mulai kabur.
“Setelah sekian lama akhirnya kita bertemu” Ucapnya geram. Ia mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah botol. Racun.
“Tidak. Jangan.. aku mohon..”
“pikir sekali lagi kalau kau mau berurusan dengan kami” ia membuka tutup botol itu dan membuka mulutku dengan paksa. Dengan susah payah aku meronta dan menolak tapi racun itu tetap terminum saat ku tersedak darah ku sendiri. Dingin. dingin. Rasanya seperti besi beku. Tapi tajam menusuk setiap sendi tubuhku dan membuatku kaku saat itu juga.
Dia pun tertawa puas dan menghilang.
Tubuhku berulang kali bergoncang..menggelepar-gelepar di tanah seperti ikan yang dikeluarkan dari air.
Jangan. Jangan pergi.
Sesuatu yang panas seperti menggumpal dari dalam perutku. Bergejolak dan naik ke tenggorokanku. Dengan susah payah kumuntahkan. Sebuah bola kristal berwarna hitam menggelinding dan terpantulkan cahaya bulan tepat di atasku. Cepat aku ambil dan cepat-cepat kusisipkan ke dalam kantong coatku. Lamat-lamat tubuhku mendingin..sangat dingin.
Aku harus pergi dari sini. Jangan sampai orang Vega melihat keadaanku begini. Dengan terseok-seok aku memegangi perutku dan merangkak menjauhi langit terbuka. Aku terus merangkak menghampiri sebatang pohon besar yang sangat lebat dan gelap. Dengan nafas putus-putus dan darah yang bercucuran deras dari perutku dan bersandar pada batang pohon itu. Kalau aku masih bisa hidup sampai besok pagi dan jika aku bisa dapat
Tanganku mulai lemah dan darahku kembali mengucur deras keluar dari perutku. Kemeja putih ku telah berubah hitam bersimbah darah.
Aku tersenyum getir.
Akhirnya kau bisa melihat darahmu sendiri, Yue.
Kataku pada diriku sendiri. Sejak dulu aku bertanya-tanya bagaimana rasa darahku. Apakah seenak dan semanis darah manusia?
Ternyata pahit dan aneh. Untung aku meminum darah manusia dan bukan seorang vampire kanibal.
“UHHUK!- uhhuk!” lagi batuk ku keluar bersama darah.
Aku memejamkan mataku. Menarik nafas sepanjang mungkin sampai sakit dada ini dan tetap berharap bisa selamat dari kematian ini.
Aku tidak mau mati. Siapapun tolong aku…
Tidak ada komentar:
Posting Komentar