Rabu, 16 Juli 2008

the memory of us....

Dinginnya hujan dan ramainya ribuan tetes air yang menumbuk jendela seakan terendam jauh tenggelam bagi kami berdua. Tak satu pun dari kami yang bicara. Aku yang biasa berkoar pun kala itu bisu dan hanya mampu menatap. Berawal dari satu tatapan. Telaga hitamnya benar-benar menenggelamkanku. Membuai dan menyadarkanku betapa indahnya dia..betapa aku merindukan tatapannya. Sungguh..sepekatnya rindu musim dingin abadi pada mentari..

seketika jari jemarinya yang lembut dan hangat menyentuh kulitku rasanya tiap sudut sukmaku berdenyar..bersorak..dan melambungkan rasa.

Masih terbayang jelas bagaimana ia menyunggingkan senyum penuh artinya itu. Bibirnya yang tipis merona merah dan melengkung indah menyimpulkan satu senyuman..hingga aku pun meleleh dibuatnya..

Semuanya seakan melambat ketika ia meraihku ke dalam pelukannya. Mendekapku erat. Menjalarkan hangat rasa rindunya hingga jantungku berdetak mengalir dan menuruti irama desah nafasnya. Dan ketika ia mengecupku rasanya ada ribuan bintang berpijar dan meletup-letup dari dasar hatiku.. ia tenggelam dalam tengkukku. Membuatku bergidik dan mati terengah berulang kali. Kemudian ia membawaku hanyut dalam ciumannya. Ia begitu lembut. Manis. Hangat membuatku melingkarkan tanganku ke tengkuknya dan tak biarkannya pergi. Aku ingin tetap bersamanya. Mendekapnya erat dan membisikkan kata itu lagi..

Senin, 14 Juli 2008

Alphard

Dia..

ya....dia yang telah berani mengusik sang langit.

Meski hanya dengan berdiam diri.

Bukan berarti ia tak melakukan apa-apa.

Tidak sama sekali.

Sulurnya telah merajai tiap sudut galaksi.

Dan ketika ia tak lagi dapat membakar,

Maka seluruh masa akan membeku.

Mati.

Ananta

Hum...lama juga ya rapatnya. Sudah dua jam ini aku bersama anak-anak ini. Semakin ga jelas aja deh kerjaannya. Dari tadi aku hanya di depan kompu ini. Tidak jelas juga apa yang aku lakukan. Dan semoga saja rapatnya berhasil.

Yang aku dengar, ada pergantian satu dewan. Semoga saja itu tak memberatkan keputusan rapat yang harus diambil. Walau biasanya aku tahu rapat dana merupakan rapat yang paling alot. Terlalu lama dan terlalu banyak yang harus dipertimbangkan. Karena itu aku lebih memilih anak itu yang maju.

*Brakkk!!* tiba-tiba pintu dibanting terbuka. Li masuk dengan nafas terengah-engah dan tampang kesal bukan main. Anak-anak lain juga terkejut dan mereka mulai berbisik-bisik.

Pertanda buruk.

“Le, kenapa lu?”

“Sialan..” ia membuka jasnya dengan kasar, melemparnya ke sudut ruangan.

”Ada apa sih?” aku menghampirinya. Wajahnya kusut bukan main.

”Damn! Dana ga bisa turun..”

”APA?? Serius lu???”

”Iya! Gue udah jelasin perincian proposal kita ke mereka, tapi katanya keputusan hasil rapat sudah ditentukan dan dana diprioritaskan untuk proyek anak padus”

”Padus???? Mereka bikin proyek apa? Kok bisa-bisanya lu kalah sama mereka??”

”Ketuanya baru..dia yang maju againts gue tadi..aarrrgh! sialan!”

Saking kesalnya ia memukul tembok hingga bentuknya jadi cekung. Gila. Baru kali iini si singa betina kalah dalam rapat. Hebat benar yang bisa mengalahkannya seperti ini. Padahal proposal kami sudah disusun demikian rupa. Tanpa kebocoran sedikitpun. Tanpa cacat. Tapi kenapa bisa ga tembus juga seperti ini? Jangan-jangan ada yang ga beres sama dewan kali ini..

”Siapa sih yang maju dari mereka?” aku menatap Li yang belum juga bisa tenang. Ia mengacak-acak rambut nya sendiri dan berjalan mondar-mandir.

”Reiki..”

”Apa?”

Adhara

Malam seharusnya sudah berganti pagi sejak berjam-jam lalu. Namun entah mengapa gelap ini tak terusir. Mataku terbelalak namun tak satu titik cahaya ku dapati. Mungkin mati lampu. Musim hujan seperti ini memang sering jadi mati lampu tiba-tiba. Ku beranikan diriku untuk bangun. Kusibak selimutku. Menggapai ponsel di mejaku dan menatapnya lama. Ada tiga belas pesan masuk. Kubuka yang pertama. Dari nomor tak kukenal. Kosong. Tak ada pesan apapun. Apa mungkin orang iseng? Kubuka yang kedua. Juga kosong. Sekedar menebak, yang selanjutnya hingga yang selanjutnya juga pasti kosong. Ternyata benar.

Heran..siapa sih yang mengirimiku pesan kosong seperti ini? Di saat seperti ini pula. Hum..ya sudahlah..

Aku pun membuka pintu beranda ku. Berharap angin malam dapat menyejukkan pikiranku yang entah kenapa gundah sekali akhir-akhir ini.

Lionel Andromeda..

Nama itu pun terlintas.

Aku juga tak tahu kenapa.

Aku menghela nafasku. Namun tiba-tiba tubuhku seperti tertarik ke bawah dan nafasku tercekat. Dingin menyeruak seluruh tubuhku. Basah.

Aku..

Aku tenggelam..

Nigell

Amanita...humm...” aku menyeruput teh kemudian meletakkannya lagi. Kubuka lembaran ensiklopedia di tanganku dan membaca lebih rinci lagi. Mereka tumbuh di sini tidak ya? Kalau ada bisa ga ya aku tanam? Kalau bisa kan lumayan untuk presentasi tugas akhir.

“Put, ada telepon dari Alya tuh..”

“Alya? Dia mau telpon lagi apa lagi nunggu?”

”Lagi nunggu..udah sana cepetan”

”Iya, makasih ya ma.” aku menutup buku ku dan melangkah mengangkat telepon.

”Halo?”

”Put! Tugas kita kurang refrensi nih..”.

”Lu lagi ngerjain tugas yang mana sih, Al?”

”Ekonomi, Bio, ma Seni”

”Hah? Itu lu semua yang ngerjain?”

”Ga juga..Eko gue ngerjain ma Dita, Seni kan ama lu, nah..bio ma si Eda”

”Eda?” sapa tuh? Aku menarik kursi dan menaruh pantatku. Sepertinya akan jadi perbincangan yang cukup panjang.

”Lionel Andromeda..”

”Oh..si Lili”

”Iya..si kunyuk gila..gue ngerjain bio ma lu aja deh, Put..” rengeknya tiba-tiba.

”Lho? Emang si Lili kenapa? Bukannya bionya bagus? Itu anak kan freaks banget ma biologi”

”Iya..makhluk berkaki dua yang diberi nama ga sesuai aturan binomial nomenklatur itu gue rasa dah bermutasi jadi sejenis mamalia yang demen banget tidur! Masa tiap ke rumah gue yang dicari cuma bantal ma selimut! Apa ga gila tuh!? Gimana mau selesai tugas kita?!” omelnya panjang lebar.

”Hahahaha...kenapa lagi itu anak...yauda..tar gue ngomong deh ma dia..trus, si Andin apa kabar tuh?”

”Ga tau juga ya..katanya si dia harus ke Surabaya minggu ini, jadi ga bisa diganggu”

”Kenapa lagi? ”

”Kakaknya sakit..”

”Oh...yawda..biar posisi dia gue yang gantiin deh, Al”

”Ga apa? Sori banget ya jadi ngerepotin lu banget gini”

”Ga apa lagi..tenang aja..kan buat kita-kita juga kan..yauda, nanti sore gue ke rumah lu ya..kita kerjain bareng”

”Thanks ya, Put”

”Iya..”

Aku menaruh gagang teleponku dan tatapan ku berhenti sejenak pada sebingkai foto kami berenam ketika masih duduk di bangku SLTP beberapa tahun silam. Aku meraihnya. Menatap wajah kami satu persatu.

Dan aku pun teringat

Andromeda

DPR...

Di bawah pohon rindang...

Memang Cuma di sini kurasa aku bisa menenangkan diriku. Di kebun belakang sekolahku tumbuh sebuah pohon beringin yang besarnya bukan main. Mungkin sudah berumur ratusan tahun. Entahlah. Tak satu pun orang berani menebangnya. Orang sini banyak yang percaya kalau tiap pohon tua memiliki penunggu yang akan mengganggu siapapun yang mengusiknya. Daripada didatengin lebih baik diem aja.

Dan tiap aku suntuk aku pasti akan menghabiskan waktuku di sini. Tak peduli hari sekolah atau bukan. Lagipula tak akan ada yang peduli aku di sini. Pak Udin sang penjaga sekolah merangkap tukang kebun saja sudah terbiasa menangkap penampakanku tertidur di bawah pohon ini. Suatu hari tepat di hari ulang tahunku ia membuatkanku sebuah bangku panjang dari bilik bambu.

Hari itu aku hendak menenangkan diriku setelah betengkar hebat di rumah. Dan ketika aku melihat sebuah bangku panjang dari bambu di tempatku biasa berbaring, aku pun terkejut.

”Buat neng yang suka banget tiduran di sini..” katanya sambil tersenyum polos yang tahu-tahu muncul di belakangku.

Aku tercengang. Tak percaya hadiah ulang tahunku malah kudapat darinya.

”Eh? Ini Bapak yang bikin? Buat saya?” lelaki paruh baya itu tersenyum lagi, mengangguk dan berjalan mendahuluiku. Ia duduk di bangku bambu itu dan tersenyum bangga akan hasil pekerjaannya itu. Aku mendekatinya dan duduk.

”Udah lama saya ngga bikin kaya ginian lagi, Neng” ucapnya sambil mengelus pinggiran bangku seperti mengamati dan menilai karya terbaiknya.

”Terus kenapa Bapak bikin ini?”

”Untuk neng...abisnya tiap hari bapak suka liat neng tiduran gitu dibawah sini..sayang bajunya..kotor..apalagi kalo abis ujan”

Aku pun tersenyum. Mendongak menatap dedaunan pohon beringin yang bergerak-gerak tertiup angin. Ssemilir menerpa wajah ku dan aku menghirup perlahan.

”Lha neng sendiri kenapa si suka banget ke sini? Ngga dicariin ma orang rumah?”

”Hum..kalau saya suntuk saya lebih suka di sini, Pak..”

”Tiap hari?”

Aku mengangguk, ”Iya..”

”Lho kok gitu?”

Aku menghela nafas panjang.

”Hum..yaudalah..saya mau nyapu kelas dulu ya, neng” ucapnya sambil bangkit.

”Pak..!”

Ia menghentikan langkahnya dan berbalik.

”Makasih ya, Pak”

Ia tersenyum, mengangguk kemudian pergi sambil bersiul.

Jadi sejak itulah aku jadikan tempat ini sebagai teritorialku. Hum..sebenarnya entah sejak kapan aku mulai ke tempat ini. SD? SMP? Entahlah...Teman-temanku akan mencariku ke sini atau terkadang aku mengadakan perkumpulan di sini kalau ada sesuatu yang harus dibicarakan.

Ketika aku sedang bersiap-siap tertidur saat istirahat jam kedua di bangku bilik kayu ku tiba-tiba aku merasakan tubuhku diguncang-guncang. Aku membuka mataku dan tampaklah muka si Dita yang ngamuk-ngamuk heboh.

”Kucrut lu!! Gue cariin di ruang sekret juga! Ngapain sih lu di sini?? Ada rapat OSIS tau! ”

Aku menguap lebar kemudian duduk untuk merentangkan tanganku dan tubuhku.

”Ngapain lagi sih? Gila apa mereka bikin rapat di jam tidur siang gue! Males ah”

”LU aja yang gila! Masa tidur jam segini!”

”Lha? Kan tidur siang bagus untuk metabolisme tubuh, bukan?”kataku cengengesan. Anak itu makin kesal.

Ia menggaruk-garuk kepalanya dengan serampangan, ”Gue ga mau tau deh! pokoknya lu harus ikut itu rapat! Soalnya gue yakin itu dana ga bakalan turun kalo lu ga ikut!” ia menyeretku begitu saja.

”Iya deh iya..” jawabku malas sambil menguap lebar.

Rapat dewan sekolah.

”Anjrit! ribet banget sih mesti pake jas segala kaya gini! Males ah..”

”AH...cerewt lu! Udah telat juga! Itu xkul kita bergantung ama lu tau!!”

“Eh2..bukannya gue dah lengser Sejak berabad-abad yang silam? Kenapa gue masih diseret-seret kaya gini?”

Dita mendorongku menaiki tangga menuju ruang rapat di lantai tiga.

“Masalahnya gada yang sebebal lu kalo lagi nuntut sesuatu.”

“Sialan lu!” kujitak kepalanya yang ditumbuhi rambut lurus hitam sebahu itu.

“Dah..yang penting itu dana turun dulu deh..kasihan tuh anak-anak tiap ngeliput nguras ongkos sendiri terus. Lagian proyek kita harus jalan taun ini.lu tau itu kan, Li?”

”Iya..iya..bawel lu! Yawda, tapi tar sabtu gue minjem ninja lu ya..gue pengen jalan”

”CBR lu emang masih opname, bu?”

“Iyah neh..sial..yasuw yang penting gue pinjem tar yak..buat jalan.hyehehe”

”Ga sama gue?”

”Ga ah...tar gue dikira cowok lu lagi...males gue...mending cari yang pure feminin aja sekalian”

“Kurang ajar!” ia menjitakku. Aku meringis-ringis kemudian tertawa.

”Yawda..lu tunggu di sekret aja dah..gue masuk dulu ya”

”Eh! Usahain jangan dibawah yang kita minta ya”

”Beres! Lu terima jadi aja deh!”

Minggu, 13 Juli 2008

hmm....


Jinsen wa subarashii natte anata to aetakara..

Isshouni anata to futari eien no ai...

Nyaris tiga masa sudah sejak masa itu.

Aku menatap sebuah cincin platina yang melingkar di jari tengahku. Ia bersinar terpantulkan cahaya lampu kamarku yang sebenarnya nggak pernah diganti dari kapan tahu tapi entah mengapa dia tak juga lelah berpendar. Padahal yang disinari sudah lama ingin bungkam dan lari saja.

Humm...

Dua tahun bukan masa yang singkat menurutku. Tak pernah-pernahnya aku mencintai seseorang sampai sebegininya. Gila. Aku sudah begitu ketakutan dari entah sejak kapan. Takut akan hubungan ini akan berakhir atau gimana tapi...em...aku tak tahu harus berbuat apa. Aku ga sanggup kalau harus meninggalkannya. Tidak. Terima kasih.

Hum....

Kalau ada yang tanya pun aku tak tahu harus jawab apa. Karena dia sudah menjadi bagian hidupku. Dan saat ini tak ada yang aku nanti seperti aku menanti bertemu dengannya. Namun, apa aku masih boleh berharap ketika lembaran itu mungkin kembali tertutup debu atau bahkan terhanyut dalam banjir yang makin menyesakkan ku.

Apa mungkin detik-detik ini masih boleh berlanjut? Terajut sedemikian rupa hingga terjalin dan mengikat.. apa mungkin kata-kata yang menetes deras ini bisa mengalir bebas tanpa ada satu pun penghalang yang bisa saja membuatnya tak jadi bermakna dan terhapus begitu saja sepeti hujan menyapu debu siang hari ketika terik-teriknya.

Humm....

Kalau saja hari itu tidak jadi ada, apa mungkin aku masih orang yang sama? Makhluk bertulang belakang yang terlalu banyak berpikir hingga dapat dengan cepat melupakan apa yang baru saja terpola dengan begitu rapinya.

Di satu daerah terpencil apakah hal ini akan dipertimbangkan? Atau malah karena aku hidup di kota besar yang sibuk dan tak memikirkan masalah pribadi orang kecuali mereka yang disebut artis2 itu hingga masalah ini seakan telah mengambang aman di permukaan.

Dipandang, namun tidak tersentuh.

Rabu, 09 Juli 2008

HUHUHUHU...

FOTONYA GA MUAAAAAT.....

TIDAAAAKKKK......T^T
*menangis histeris*









yasuw...liat di fs akuwh ajah yah...
luph u lah...

Lastfriends....



well...
setelah gue bertanya2 sapa gerangan yang menghamili michiru..dan apa kabar sama ruka....eh dengan bego nya si ge2 menghujami peryataan2 tentang akhir dari film tersebut..dan semoga dia salah... huhu..

buat yang penasaran sama juri ueno yang yao parah..
here we go...

Hehehe…


Selasa, 08 Juli 2008

..............Aku Menangis Untuk Adikku 6 Kali ........

Aku dilahirkan di sebuah dusun pegunungan yang sangatterpencil. Hari demi hari, orang tuaku membajak tanah kering kuning,dan punggung mereka menghadap ke langit.Aku mempunyai seorang adik, tiga tahun lebih muda dariku.Suatu ketika, untuk membeli sebuah sapu tangan yangmana semua gadis di sekelilingku kelihatannya membawanya,Aku mencuri lima puluh sen dari laci ayahku.Ayah segera menyadarinya. Beliau membuatadikku dan aku berlutut di depan tembok,dengan sebuah tongkat bambu di tangannya."Siapa yang mencuri uang itu?" Beliau bertanya. Akuterpaku, terlalu takut untuk berbicara.Ayah tidak mendengar siapa pun mengaku, jadiBeliau mengatakan, "Baiklah, kalau begitu, kalianberdua layak dipukul!"Dia mengangkat tongkat bambu itu tingi-tinggi.Tiba-tiba, adikku mencengkeram tangannya danberkata, "Ayah, aku yang melakukannya!"Tongkat panjang itu menghantam punggung adikkubertubi-tubi. Ayah begitu marahnya sehingga iaterus menerus mencambukinya sampai Beliau kehabisan nafas.Sesudahnya, Beliau duduk di atas ranjang batubata kami dan memarahi, "Kamu sudah belajar mencuri dari rumahsekarang, hal memalukan apa lagi yang akan kamu lakukan di masa mendatang?Kamu layak dipukul sampai mati! Kamu pencuri tidak tahu malu!"Malam itu, ibu dan aku memeluk adikku dalam pelukankami. Tubuhnya penuh dengan luka, tetapi ia tidak menitikkanair mata setetes pun. Di pertengahan malam itu, saya tiba-tiba mulaimenangis meraung-raung.Adikku menutup mulutku dengan tangan kecilnya danberkata, "Kak, jangan menangis lagi sekarang. Semuanya sudah terjadi."Aku masih selalu membenci diriku karena tidak memilikicukup keberanian untuk maju mengaku. Bertahun-tahun telah lewat,tapiinsiden tersebut masih kelihatan seperti baru kemarin. Aku tidak pernahakan lupa tampang adikku ketika ia melindungiku. Waktu itu, adikkuberusia 8 tahun. Aku berusia 11.Ketika adikku berada pada tahun terakhirnya di SMP, ialulus untuk masuk ke SMA di pusat kabupaten. Pada saat yang sama,sayaditerima untuk masuk ke sebuah universitas propinsi. Malam itu,ayah berjongkok di halaman, menghisap! rokok tembakaunya, bungkus demibungkus. Saya mendengarnya memberengut, "Kedua anak kita memberikanhasil yang begitu baik...hasil yang begitu baik..." Ibu mengusap airmatanya yang mengalir dan menghela nafas, "Apa gunanya?Bagaimana mungkin kita bisa membiayai keduanya sekaligus?"Saat itu juga, adikku berjalan keluar ke hadapan ayahdan berkata, "Ayah, saya tidak mau melanjutkan sekolah lagi,telahcukup membaca banyak buku." Ayah mengayunkan tangannya danmemukul adikku pada wajahnya. "Mengapa kau mempunyai jiwa yang begitukeparat lemahnya? Bahkan jika berarti saya mesti mengemis di jalanansaya akan menyekolahkan kamu berdua sampai selesai!" Dan begitukemudian ia mengetuk setiap rumah di dusun itu untuk meminjamuang. Aku menjulurkan tanganku selembut yang aku bisa ke mukaadikku yang membengkak, dan berkata, "Seorang anak laki-laki harusmeneruskan sekolahnya; kalau tidak ia tidak akan pernah meninggalkanjurang kemiskinan i! ni." Aku, sebaliknya, telah memutuskan untuk tidaklagi meneruskan ke universitas.Siapa sangka keesokan harinya, sebelum subuh datang,adikku meninggalkan rumah dengan beberapa helai pakaian lusuhdan sedikit kacang yang sudah mengering. Dia menyelinap ke sampingranjangku dan meninggalkan secarik kertas di atas bantalku: "Kak, masuk keuniversitas tidaklah mudah. Saya akan pergi mencari kerja dan mengirimu uang."Aku memegang kertas tersebut di atas tempat tidurku,dan menangis dengan air mata bercucuran sampai suaraku hilang.Tahun itu, adikku berusia 17 tahun. Aku 20.Dengan uang yang ayahku pinjam dari seluruh dusun, danuang yang adikku hasilkan dari mengangkut semen padapunggungnya di lokasi konstruksi, aku akhirnya sampai ke tahun ketiga (diuniversitas). Suatu hari, aku sedang belajar di kamarku, ketika temansekamarku masuk dan memberitahukan, "Ada seorang penduduk dusunmenunggumu di luar sana!"Mengapa ada seorang p! enduduk dusun mencariku? Akuberjalan keluar, dan melihat adikku dari jauh, seluruh badannya kotortertutup debu semen dan pasir. Aku menanyakannya, "Mengapa kamutidak bilang pada teman sekamarku kamu adalah adikku?" Dia menjawab,tersenyum, "Lihat bagaimana penampilanku. Apa yang akan merekapikir jika mereka tahu saya adalah adikmu? Apa mereka tidak akanmenertawakanmu?" Aku merasa terenyuh, dan air mata memenuhi mataku. Akumenyapu debu-debu dari adikku semuanya, dan tersekat-sekatdalam kata-kataku, "Aku tidak perduli omongan siapa pun! Kamu adalahadikku apa pun juga! Kamu adalah adikku bagaimana pun penampilanmu..."Dari sakunya, ia mengeluarkan sebuah jepit rambut berbentuk kupu-kupu.Ia memakaikannya kepadaku, dan terus menjelaskan,"Saya melihat semua gadis kota memakainya.Jadi saya pikir kamu juga harus memiliki satu."Aku tidak dapat menahan diri lebih lama lagi. Akumenarik adikku ke dalam pelukanku dan menangis dan menangis.Tahun itu, ia berusia 20. Aku 23.Kali pertama aku membawa pacarku ke rumah, kacajendela yang pecah telah diganti, dan kelihatan bersih di mana-mana.Setelah pacarku pulang, aku menari seperti gadis kecil di depan ibuku."Bu, ibu tidak perlu menghabiskan begitu banyak waktu untukmembersihkan rumah kita!" Tetapi katanya, sambil tersenyum, "Itu adalahadikmu yang pulang awal untuk membersihkan rumah ini. Tidakkah kamumelihat luka pada tangannya? Ia terluka ketika memasang kaca jendela baru itu.."Aku masuk ke dalam ruangan kecil adikku. Melihatmukanya yang kurus, seratus jarum terasa menusukku.Aku mengoleskan sedikit saleb pada lukanya dan mebalut lukanya."Apakah itu sakit?" Aku menanyakannya."Tidak, tidak sakit. Kamu tahu, ketika saya bekerja dilokasi konstruksi, batu-batu berjatuhan pada kakiku setiapwaktu. Bahkan itu tidak menghentikanku bekerja dan..."Ditengah kalimat itu ia berhenti.Aku membalikkan tubuhku memunggunginya, dan air matamengalir deras turun ke wajahku.Tahun itu, adikku 23. Aku berusia 26.Ketika aku menikah, aku tinggal di kota. Banyak kalisuamiku dan aku mengundang orang tuaku untuk datang dan tinggalbersama kami, tetapi mereka tidak pernah mau.Mereka mengatakan, sekali meninggalkan dusun,mereka tidak akan tahu harus mengerjakan apa. Adikkutidak setuju juga, mengatakan, "Kak, jagalah mertuamu saja.Saya akan menjaga ibu dan ayah di sini."Suamiku menjadi direktur pabriknya. Kami menginginkanadikku mendapatkan pekerjaan sebagai manajer pada departemenpemeliharaan. Tetapi adikku menolak tawaran tersebut.Ia bersikeras memulai bekerja sebagai pekerja reparasi.
Suatu hari, adikku diatas sebuah tangga untukmemperbaiki sebuah kabel, ketika ia mendapat sengatan listrik,dan masuk rumah sakit. Suamiku danaku pergi menjenguknya. Melihat gips putih padakakinya, saya menggerutu, "Mengapa kamu menolak menjadi manajer?Manajer tidak akan pernah harus melakukan sesuatu yangberbahaya seperti ini. Lihat kamu sekarang, luka yang begitu serius. Mengapakamu tidak mau mendengar kami sebelumnya?"Dengan tampang yang serius pada wajahnya, ia membelakeputusannya. "Pikirkan kakak ipar--ia baru saja jadi direktur,dan saya hampir tidak berpendidikan. Jika saya menjadi manajer seperti itu,berita seperti apa yang akan dikirimkan?"Mata suamiku dipenuhi air mata, dan kemudian keluarkata-kataku yang sepatah-sepatah: "Tapi kamu kurang pendidikan jugakarena aku!" "Mengapa membicarakan masa! lalu?" Adikku menggenggam tanganku. Tahun itu, ia berusia 26 dan aku 29.
Adikku kemudian berusia 30 ketika ia menikahi seoranggadis petani dari dusun itu. Dalam acara pernikahannya, pembawa acaraperayaan itu bertanya kepadanya, "Siapa yang paling kamu hormatidan kasihi?" Tanpa bahkan berpikir ia menjawab, "Kakakku."Ia melanjutkan dengan menceritakan kembali sebuahkisah yang bahkan tidak dapat kuingat. "Ketika saya pergi sekolah SD,ia berada pada dusun yang berbeda. Setiap hari kakakku dan saya berjalanselama dua jam untuk pergi ke sekolah dan pulang ke rumah.Suatu hari, Saya kehilangan satu dari sarung tanganku.Kakakku m! emberikan satu dari kepunyaannya. Iahanya memakai satu saja dan berjalan sejauh itu.Ketika kami tiba di rumah, tangannya begitu gemetaran karenacuaca yang begitu dingin sampai ia tidak dapat memegang sumpitnya. Sejakhari itu, saya bersumpah, selama saya masih hidup, saya akan menjagakakakku dan baik kepadanya."Tepuk tangan membanjiri ruangan itu. Semua tamumemalingkan perhatiannya kepadaku.Kata-kata begitu susah kuucapkan keluar bibirku,"Dalam hidupku, orang yang paling aku berterima kasih adalah adikku."Dan dalam kesempatan yang paling berbahagia ini, di depankerumunan perayaan ini, air mata bercucuran turun dari wajahku sepertisungai.




Sumber: Diterjemahkan dari "I cried for my brother six times"
Buenos noches!!!!!!!!!!!!!
Yosh..ketemu lagi sama akuwh yang super keren, penyayang, lembut, tidak sombong serta sedang gemar menabung…..

Hehehehe..

Have u ever been….fall in love?

Pasti pernah lah yay…sapa ci yang pernah..jangan bilang anak kecil! Nope! Buktinya waktu gue balita gue jatuh cinta sama lemari TV gue..
*beneran*
itu karena gue mengagumi sosoknya yang gagah dan anggun..hehe..

trus gedean dikit gue naksir sama pager rumah orang.. (that’s why sampe sekarang gue banyak menyukai hal2 yang cukup aneh..hehe)..alhasil gue menghabiskan suatu siang yang aga mendung2 dung2 pret meluk2 itu pager sampe jalanan jugalah yang memisahkan kami..hehe..gue kepleset n kpala gue bocor..cuuurrrrrr….hehe..gue pulang ke rumah kaya anak abis pulang perang gitu..darah bercucuran dari kpala gue n batik putih SD gue udah jadi merah oplosan darah seger bin asin itu..hehe..gue sempet nyicip tuh..trus gue bandingin aja loh rasanya ma ingus…dasar bocah.. ^ ^!

Anyway…

Udah nyaris 20 tahun gue berjalan..ngirup napas..garuk2 pantat (kebiasaan gue abis bangun tidur)..makan ala warteg di depan tipi dengan satu kaki di rak tipinya sebagai alat pengganti remote..bolak-balik Jakarta-bogor..dengan semangat 49 memberi pendidikan “manusia itu berbahaya” bagi kucing2 yang berkeliaran di sekitar gue..berpikir dan berniat untuk bisa boker di kampus (yang tetep juga ga bisa)…… berjalan dengan dua kaki..ngatain si esti dengan sebutan ‘hakai-san’..bermata dua..beridung imut2..dan berkepala dengan banyak cabang ini(plis jangan dibayangin)….akhirnya gue berani menetapkan….


Gue jatuh cinta

See..i wrote it without titik (sial gue lupa bhs ing nya apaan..gomen2 ^_^!)
I hope it’d be everlasting…gausa ganti personil atau additional patner…hiiii…iyada yo..moo ii kara saa..

De… naze ka kono kanji motto wakararenaishi…sono mama shika kanjinai kamo..

Yappa taihen na koto mo aru shi..ijou koto kara..

Maaaaaa………………
nani ka ii koto aru kamo….onegaii…ii koto……choodaiiiiiiii……


Maa… saikin wa nee… boku..nantonaku shorai ga nai kanji tsuzuketeru.. mata ato go nen kurai ganbaru kara ashita no koto o mada wakane… demo saa..hitori janai kara…shinpaishinaide iranai darou?


Maji?


Yawda seh..gausa dipikirin..daripada tar jadi melow2 dong2 lagi..hehe..

Oh iyah..kemaren ntuw jurusan gue bikin acara gitu dech..pemutaran film n kafe2an gitu..hehe..gue cosplay buat bantuin ngeramein kafe nya..hehe..hari pertama gue jadi yamato nakano dari Luvless..trus kedua jadi nana..hehe..lebih keren malah..tinggal megang gitar ajah trus nyanyi lagunya shonan dari Tokyo jihen…hehehehehe…
Ga sih..

Hehe..tapi lumayan loh..malah diminta foto bareng ma pengunjungnya..jadi senang..hehe..banyak c senpai yang ragu sama ini acara secara waktu persiapannya minim dan udah mulai libur jadi aga sulit..tapi kita bisa publikasi ke radio loh..hehehe…jadi terharu… hiks..T^T

Yang paling malesin tuh waktu alumni dateng…malaaaasssss..kan mereka Cuma dateng n deket sama ketua kabaja n c doncha ajah..jadi kohai2 gue malah jadi berasa mau cp ajah..hehe…sayang gue ga ikut cp jadi gat au gimana rasanya..hohoho..to(target operasi) yang sangat beruntung ya gue..hehe..

Iyah..tapi gue ditawarin kospa dengan baju disain sendiri plus digabungin sama batik..ada yang minat n mau ikutan? Boleh banget..didanai sponsor kok..kita tinggal bikin n make ajah..hehehe…
Trus gue dapet murid privat jepang..belum dikonfirm lagi c..tapi gue seneng banget....dua bulan tapi harus kekejar..bisa ga ya..ya diusahain aja lah yah…ganbatte miru yo! ^o^

Bulan depan uda pkl..sore n malemnya latian nari lagi..huhu..dikejar harus bisa Cuma dalam waktu dua bulan! Insane! Gelo siah! Mana susah banget lagi…ga pernah2nya gue nari klemer2 gitu..mending jadi cow nya deh..rencana c buat ngisi tanggal 9 agustus..ya didoakan saja yah…semuga lancar…

Oh iyah…tempat liburan yang seru dimana yah? Temen gue c ngajakkin ke lombok..pergi ramai2 dan seru2an main uno sampe bego..hehehehe…

Dare to join us?

Halah..kaya iklan..udah ah..nantuwk..ja na minnasama… -100-

Kamis, 19 Juni 2008

yume de monogatari part2

Tiba-tiba dari kejauhan tampak cahaya mobil mendekat ke arahku. Tiak. Bukan ke arahku. Tapi ke arah muka apartemen di seberangku berada. Mobil SUV hitam yang berisik dan keluar beberapa orang dari dalamnya dan masih saja berbincang-bincang dengan serunya.

Nafasku kian berat. Ingin aku berteriak minta tolong. Gila kalau aku berharap mereka menolongku. Siapa yang mau menolong calon pemangsanya? Ayo sini baris satu-satu..setelah aku baikan aku akan makan kalian satu-satu..ga akan sakit kok..tenang saja..tapi sekarang tolong aku dulu ya..

Masa aku ngomong kaya gitu sih..

Heran.

Beginilah kalau sudah mau mati. Aneh-aneh saja pikirannya.

Ternyata salah satu dari gerombolan itu melihatku. Ia terdiam beberapa saat di tengah-tengah teman-temannya yang ribut. Aku berusaha sekuat tenaga untuk membuka mata dan menatapnya. Seorang gadis berambut panjang. Ia balas menatapku ternyata.

Selamatkan aku.

Ia berbicara ke teman-temannya dan menunjuk ke arahku. Mereka semua menoleh dan mengamatiku dari jauh. Dapat kudengar mereka bertanya-tanya seorang terhadap yang lain.

“Siapa? Jangan-jangan pencuri habis digebukin” kata yang agak gemuk

“Masa sih? Masa pencuri pake coat prada gitu sih?” kata seorang yang bercelana ijo muda.

Hebat. Dari jauh dan dalam kegelapan dia masih bisa mengenali merk baju yang kupakai. Sini. Biar aku berikan ciuman kalau kau mau menyelamatkanku. Dan dengan itu kau bisa tidur lama sekali.

“Bukan..dia bukan pencuri..entah siapapun tapi dia butuh pertolongan” kata sang gadis berambut panjang.

Aku tersenyum miris.

“Jangan, ru…kita gak tau kan dia berbahaya atau gak”

“tapi dia berdarah”

“HIiii! Berdarah ya? Aku takut!” kata temannya yang jangkung.

Bodoh! Jangan darahnya yang ditakuti..masa aku kalah pamor sama darah sendiri sih..

Sudah cepat Bantu aku!

Pikiranku terus berteriak-teriak sementara mulutku kelu dan nafasku semakin tercekat di tenggorokan.

Mereka berbisik kemudian mendekat kecuali yang tinggi. Mereka berkerumun. 4 atau 5 orang entahlah. Dengan ragu mereka mendekat. Kecuali si gadis berambut panjang. Dia langsung menghampiriku. Berlutut di hadapanku dan langsung menatapku dalam. Ia menyentuh dahi ku. Hangat. Tangannya begitu hidup dan hangat. Aku memejamkan mataku merasakan aliran darahnya dibalik lapisan tipis kulit mulusnya.

“Kamu gak apa-apa? Kenapa bisa begini?”

ia memeriksa lukaku dan berkata akan menolongku. Aku berusaha tersenyum untuk bilang sesuatu tapi saat itu seorang temannya menariknya menjauh dari ku sambil berteriak.

“Dia bukan manusia!! LIHAT Itu, RU!!” ia menunjuk ceceran darahku di jalan yang berkilau hitam.

“tapi dia sekarat! Ia butuh pertolongan!!!” gadis itu meronta dalam dekapan temannya.

“Bego! Nanti malah kamu yang dimakan dia!”

aku menggeleng lemas.

“Ti-tidak..” aku tidak akan memakan kalian..

Seorang temannya mendekatiku dan menendang ku.

“Akh!” aku memejamkan mata. Berusaha meredakan rasa sakit yang terbit.

“Lepaskan!!! Aku ingin menolongnya!! Bagaimanapun dia sama kaya kita!!!” degan keras ia berhasil lepas dari cengkraman temannya dan berlari menghampiriku.

“Ruuuuu!!! Gila kamu ya!! RU!! Kamu bisa mati!”

mereka terus berteriak-teriak. Tapi ia tetap menghampiriku tanpa ragu sedikitpun.

“RUUUUUU!!!!” seorang temannya berteriak histeris.

Ia menoleh ke arah mereka dan balas menghardik keras sekali.

“KUCING LU SEMUAAA!!!!! BERISIK TAU!!! SERAHIN KE GUE..KALIAN PULANG AJA!!!!”

“TAPI,RUUUU!!!”

ia menoleh kembali kearahku dan menggengam tanganku.

“aku ga akan mati..iya kan?”ia tersenyum. Cantik sekali.

Oh please..semoga dia bukan malaikat maut ku. Aku tidak akan rela.

Baru saja aku akan merasakan kelegaan tiba-tiba saja tanah di bawahku seperti menghilang dan semua pun menggelap. *

Wangi cendana. Pasti aku sudah mati. Sial. Ternyata dia benar-benar malaikat mautku. Payah. Harusnya aku tidak bisa mati. Dan aku memang tidak boleh mati. Apa kata paman kalau tahu ia tidak lagi punya penerus. Freya kurang ajar! Awas nanti kalu aku hidup lagi. Akan kukutuk dia jadi batu. Batu bukan sembarang baru. Tapi kotoran babi purba yang membatu selama berjuta tahun dan bau nya tetap awet meskipun sudah membatu.

Sebentar.

Aku merasakan sesuatu berdegup. Aku pun mencari. Berusaha merasakan kembali tubuhku yang tak bisa aku lihat. Hanya terasa. Ya. Degupan itu masih terasa.

Ya ampun! Aku masih hidup ternyata!!! Hebat!!! Hebaaaaaatt!!!!!

Aku tidak sabar ingin membuka mataku dan mengucapkan terima kasih lalu pergi. Jangan sampai aku malah berhasrat untuk memakan penolongku yang cantik itu.

Sebentar…

Aku merasakan degupan lain. kali ini degupan hangat tepat di lengan kananku.

Perlahan kukumpulkan tenagaku dan kubuka mataku perlahan. Hitam. Bukan mati lampu. Tapi memang tempat aku berada bertembok hitam. Gordennya biru tua bludru. Aku mengernyit nyeri menatap samar-samar matahari mulai mencoba menembus gorden biru yang tebal itu. Aku menoleh ke arah lenganku. Gadis itu. Ternyata degupan tadi adalah miliknya. Ia tertidur.

Baru saja aku akan berniat untuk membangunkannya dia sudah mendongak dan mengucapkan..

“Selamat pagi..” senyumnya kemudian ia menguap lebar.

Ia berdiri. Meregangkan badannya kemudian berjalan ke arah jendela.

“Jangan! Jangan dibuka!” kataku panik.

“Hm?” ia menoleh. “siapa yang mau buka?” ia menggaruk-garuk kepalanya kemudian mengambil sesuatu dari bawah tempat tidur.

Aku menghela nafas lega. Ia memegang sesuatu di tangannya dan ketika aku sadar itu apa refleks aku kangsung menyilangkan tanganku di dada. Baju ku!!!! Dia mengganti baju ku! Berarti dia melihatku bugil!!! Tidaaaaaaakkkkkk!!!

“Tenang saja.. luka mu sudah tidak berdarah lagi” ucapnya santai.

Bukan itu yang aku pusingkan, BODOH!!!!!

“Oh..” dia tersenyum2 nakal.

Wajahku memerah. Sial.

“hehe…Cuma aku yang tahu kok..tenang saja..” dia membaca nama di balik pergelangan lengan coat ku. Tidak! Jangan dibaca!!

“-prince Yue”

mati aku.

Dan ia pun tertawa.

“Kurang ajar. Apanya yang lucu.”

“HWAKAKAKAKAKAKAKA!!!!!! PANGERAN? KAYA GINI PANGERAN???? HWAKAKAKAKAKAKAKKK…BUTA!!! PADA BUTAAA!!!!”

Dia tak juga berhenti tertawa. Ingin sekali aku bungkam saja mulutnya. Rusak sudah imej bidadarinya yang semalam. Ternyata dia menyebalkan.

“Pangeran? Hmph! Kamu kira sekarang jaman apa hah? Lagipula mana ada pangeran tapi-Hwahahahahaha….” Dan ia pun pergi tanpa melanjutkan kata-katanya sambil membawa bajuku.

Manusia aneh. Awas saja kalu aku sudah bisa aktif lagi. Akan aku buat dia meringis kesakitan.

Hmmm…iya..tapi memang benar lukanya sudah berhenti berdarah dan aku..mengenakan piyama bergambar bebek-bebek kecil berwarna kuning yang kainnya sangat lembut melapisi kulitku yang mendingin..

Hmm…aku butuh darah…

Selama beberapa jam aku diikat di tempat tidur. Sebenarnya sih memang karena aku belum sanggup untuk bangkit. Tidak dengan luka menganga di perutku ini. Dan pagi tadi sang pemilik apartemen ini pergi dengan berpesan sebaiknya aku tidak kemana-mana. Aku tahu sebenarnya ia tak berniat menahanku di sini. Apalagi aku bisa saja memakannya kapan saja. Tapi entahlah..aku tak terpikir untuk pergi. Karena aku tahu orang-orang Vega akan akan menggeledah kediamanku setelah tahu aku terbunuh atau nyaris terbunuh tepatnya oleh orang Freya kurang ajar itu semalam.

Dan dengan begitu positiflah keberadaanku niscaya tidak aman lagi.

Tapi bagaimana aku bertahan hidup kalau tidak pergi berburu seperti ini?

Aku menoleh ke kiri dan kanan mencari-cari sesuatu. Ketika itu lah aku menemukan tulisan..

Fresh meal in the refrigerator

reizokou no naka ni oishii tabemono ga aru yo…

makanan segar ada di kulkas…

########

apa maksudnya coba.. dia pikir aku tidak bisa berbahasa sama seperti dia apa..dasar bodoh..

hum..aku lapar..tapi apa mungkin aku bisa makan mkanan manusia? Terakhir aku makan eskrim yang aku rebut dari seorang anak manusia ketika umur ku 11 dan setelah itu aku muntah-muntah selama seminggu dan harus minum darah elf yang masih bayi tiap malam. Dan sejak saat itu aku bersumpah tidak akan makan makanan manusia.

Tapi kalau sudah begini keadaannya ya apa boleh buat kan? Entah apa yang akan terjadi kalau aku mencoba makanan manusia urdu ini. Asal tidak jadi diare saja. Aku oernah dengar keponakan pamanku yang lain pernah mencoba kue butan manusia dan setelah itu di tewas karena diare.

Demi Penguasa Langit dan Samudera Bulan….

Dengan susah payah aku duduk dan menurunkan satu persatu kakiku menjejak ke lantai kayu apartemen ini. Sambil berpegangan ke tembok aku berjalan pelan sekali seperti orang tua renta memeganggi perutku yang masih nyeri bukan main. Aku keluar kamar dan melihat sekeliling ku. Apartemen ini tidak terlalu luas tapi hangat dan nyaman. Semua temboknya dicat warna kromatis dan tersusun dengan rapi. Hitam, abu-abu dan putih dengan lantai kayu eboni. Ah..aku jadi teringat peti matiku di kamar. Semua barangnya minimalis kecuali sofa besar depan tivi yang berkesan sanagat tua namun masih tetap nyaman. Di depanku ada lorong kecil ke kiri yang di ujungnya ada wastafel dan di sebelahnya ada kamar mandi dan entah ruang pintu apa di seberang kamarnya ini. Lalu aku berbelok ke kanan dan ternyata d sinilah pusat dari ruangan apartemen ini. Di kananku ada ruang TV bergelar biru tua kotak-kotak hitam di tengahnya dengan tembok abu-abu dan terpasang foto-foto hitam putih berbingkai yang tersusun simetri di dinding tepat di atas TV, di tembok satunya ada sebuah lukisan abstrak yang memadukan warna-warna menyala seperti merah, ungu, hitam, biru dan orange. TV..karpet..sofa besar antik..lalu lagsung dapur. Dapur yang juga minimalis dengan bar kecil di depannya. Aku melangkah pelan mendekati kulkas besar di sisi tembok sebelah kanan tepat di samping jendela yang tertutup gorden abu-abu bergaris-garis biru tua. Sebenarnya ruangan ini cukup terang karena memiliki dua balkon dan banyak jendela. Namun semuanya telah ditutup rapat dengan gorden bludru biru tua yang berat supaya cahaya matahari tidak masuk. Demi aku ya..hmm..

Lampu-lampu temaram downlight tetap membuat ruangan ini ada.

Aku membuka kulkas yang herannya juga berwarna hitam dan melongokkan kepalaku ke dalamnya. Beberapa kaleng makanan siap saji, berbotol-botol jus dan vodka rendah alcohol, susu cair low fat, sayuran segar, mayones, telur, setengah potong tiramisu, sekotak strawberry, satu kotak bento osushi, obat-obatan, pembersih muka, kotak masker wajah,..dan satu mangkok sup hitam tertutup di rak teratas.

Hhmmm…jadi intinya tidak ada yang bisa aku makan di dalam sini.

Dengan menghela nafas panjang aku menutup kulkas dan si rambut panjang itu tiba-tiba ada di hadapanku ketika aku berbalik.

“AAAAHH!!!!!!!” aku memegangi jantungku yang sudah seret darah dan siap meloncat begitu aku melihatnya malah tersenyum-senyum setelah membuatku kaget setengah mampus tadi.

“Hehehe..udah dimakan? Eh! Diminum?” ucapnya tenang sambil duduk di depan meja bar dan mengeluarkan isi belanjaan groceries nya.

“Apa yang bisa dimakan? Aku alergi makanan manusia. Jadi sebaiknya aku pergi dari sini atau kamu akan ada dalam bahaya”

ia hanya mengangguk-angguk santai padahal sejak tadi aku sudah memperhatikan lehernya yang jenjang menopang kepalanya yang bulat berambut panjang hitam itu.

“nanti malam pesananku akan datang, jadi kamu tenang saja”

apanya yang tenang??? Karena racun itu aku jadi kehilangan empat nyawaku!! Bayangkan! Empat!!

Tapi aku hanya diam. Tak mungkin aku bilang seperti tadi, pasti setelah itu aku akan diintrogasi macam-macam dan besoknya aku akan berakhir di pameran hewan langka atau pameran anak ajaib..atau malah ruang otopsi rumah sakit militer sebagai objek penelitian.

“Tapi sekarang kamu makan ini saja dulu ya” ia berjalan melewatiku dan membuka kulkas dan mengambil mangkuk sup hitam tadi. Ia menyodorkannya padaku.

“APa ini? Kamu mau membunuhku ya? Sudah kubilang aku alergi makanan manusia”

“Udah buka aja” jawabnya santai sambil membuka sebungkus sesuatu berisi butiran-butiran kristal putih dan menuangnya ke toples kosong.

Payah..dasar manusia bodoh. Sudah aku bilang aku tidak bisa makan…

“Ahh…” aku tidak jadi menyelesaikan keluhanku dan langsung menatap berbinar ke dalam isi mangkok di tanganku. Wangi yang kukenal menyeruak. Masih segar dan kental. Tanpa ba-bi-bu aku langsung menegaknya. Agak pahit namun tetap enak. Gadis itu Cuma senyum-senyum saja dari tadi. Tandas lah satu mangkok darah dan dengan senang hati aku melap mulutku.

“Apa senyum2 hah! Belum pernah liat orang makan ya!”
“Hehehe..beluwm..enak ga?”

“mmmm…aga pahit sih…tapi lumayan. Darimana kamu dapat?”.

“kucing tetangga”

“WHAT????”

aku pun berlari ke toilet dan memuntahkan semuanya.

yume de monogatari...part 1

Sudah dari sejam yang lalu aku menghitung detik jam yang berbunyi agak kurang ajar di kediaman ku yang sebenarnya memang terlalu besar untuk aku seorang. Sejak tadi juga aku menutupi seluruh tubuhku dengan selimut velvet kirmiziku dan mengutuki matahari yang tidur lebih lambat dari biasanya. Atau aku yang bangun kepagian?

Entahlah..

Akhirnya jam berdentang tujuh kali. Waktunya aku terjaga..kebetulan sekali aku sudah amat sangat lapar. Biasanya aku bisa berburu lebih banyak dari biasanya kalu sedang begini. Tapi lihat nanti sajalah. Yang diluaran sana berdoalah kalian semua..hehe..

Perlahan aku keluar dari tempat pembaringanku. Melipat selimut velvet kesayanganku dan merapikan singgasana eboni ku itu. Mataku langsung menatap keluar jendela. Hari cerah dengan bulan penuh berwarna keperakan yang bersinar cukup untuk menemaniku berjalan-jalan semalaman ini.

Aku berjalan menuju lemari kayu ku yang entah sudah berapa abad ada di situ. Ku buka pintunya yang menimbulkan suara keriiak berat dan memilih coat hitamku yang nyaman, kemeja putih, dan celana..tanganku berhenti di salah satu jeans belel ku yang amat sangat nyaman tapi sudah berlubang di lututnya. Ingin sih pakai yang itu tapi daripada nanti ini lutut rematik lagi akhirnya aku mengambil jeans hitamku. Ku sampirkan semuanya ke kursi dan aku pun mengganti piyama bergambar bunga matahari di tubuhku dan memakai baju tadi. Aku menghadap ke cermin besar di sisi kananku dan merapikan diri. Rambut perakku sudah mulai panjang rupanya. Apa aku potong sekalian diluruskan aja ya? Humm..lagi jaman tuh..tapi nanti lah..yang penting cari makan dulu..hehe..

Aku pun mengenakan coat hitamku dan lompat jendela keluar rumah. Bukan karena rumahku tidak berpintu hanya saja aku lebih suka keluar seperti ini. Lebih eksotis. Hehe..

Ibukota tidak begitu ramai malam ini. Untung sekali..karena aku baru mulai hidup jam segini. Jadi ingat minggu kemarin karena ada karnaval plus pasar malam tempat ini jadi sangat ramai dan aku agak kesulitan karenanya. Beruntung aku mendapatkan sepasang gadis yang sedang curhat di bawah pohon seberang danau di selatan kota ini.

Bagaimana dengan malam ini ya?. Dengan tangan di saku dan langkah pelan tapi pasti aku menyusuri jalan-jalan kota menuju taman kota tempat aku biasa bisa menemukan apa yang aku butuhkan di sana. Yang muda dan segar..hehe..

Hum..aku bertatapan dengan seorang pria yang menatap ku balik sambil menyelidik heran bercampur takjub. Aku tersenyum simpul dan berjalan melewatinya yang masih saja memperhatikanku. Masih bisa aku rasakan hujaman pandangannya di punggungku. Terasa panas dan membuatku agak gatal. Aku tahu yang ia pikirkan. Mungkin agak aneh ya melihat tampangku yang keren ini? Hehe..

Atau rambut perak sebahuku ini?

Um..atau jangan-jangan…

Aku menyempatkan diri melihat pantulan wajahku di kaca pamer di toko di sisiku. Pantas saja mataku masih menyala seperti mata kucing rupanya. Sudah aku bilang aku tidak usah pakai yang beginian tetap saja bule kurang ajar itu menculik kacamataku dan menggantinya dengan yang beginian. Padahal sih tak perlu pakai juga aku bisa buat sendiri. Ku pejamkan mataku sejenak dan berubahlah mata hijau menyala tadi menjadi hitam.

Ups! Kebablasan..mataku jadi hitam semua..sebentar..stop.

yak! Sudah bagus. Hehe..

Setelah merapikan rambut perak ku yang agak ikal akupun melanjutkan berjalan menyusuri jalan basah bekas hujan tadi sore. Jalan menuju taman ini tidak seluas jalan raya. Kanan-kirinya diapit lampu taman yang cukup tinggi dan kuno tapi masih saja terang putihnya menebarkan sedikit kehangatan untuk kulitku yang pucat dingin dan butuh kehangatan ini, kurapatkan jaketku dan aku pun duduk di satu bangku taman yang membelakangi seorang gadis manis yang..

hhmm…wangi whitemusk.. dan aku suka.

Tampaknya ia sedang menunggu seseorang. Ya tidak ada salah nya kan kalau aku dekati.

Aku bangkit dan berbalik berputar menghadapnya. Ia mendongakkan kepalanya dan balas menatap.

Benar saja. Dia memang manis. Aku pun tersenyum.

“Mm..maaf, sekarang jam berapa ya?” tanyaku sopan.

Tiba-tiba saja wajahnya memerah dan ia langsung gugup mencari sesuatu di dalam tasnya. Telepon genggam.

“Eer..jam..delapan..kurang lima belas” katanya sambil tersenyum canggung.

“Terima kasih” kataku sambil tersenyum lagi.

Dia pun tersenyum kemudian menunduk menekuri jalan. Aku duduk di sisinya dan bisa aku dengar degup jantungnya dengan telingaku yang agak runcing ini.

“Menunggu siapa?”

“Mm? “ ia mendongak lagi. Kali ini dengan tatapan tidak percaya atau kaget karena mungkin berpikir aku sudah sejak tadi pergi.

“Hm?” tanya ku lagi. Aku senang melihatnya blushing seperti itu. Hehe..

“M..menunggu teman…kalau kakak?” ucapnya ragu-ragu.

Agak terkesiap aku dipanggilnya kakak.

“Hwe..jangan panggil begitu..panggil nama saja” ucapku santai sambil menyandarkan punggungku dan menatap bulan.

“Nama?”

“Iya..namaku..” aku tersenyum lagi, menoleh ke arahnya dan menatapnya tepat di matanya.

Aku mengulurkan tanganku. Perlahan ia menyambut tangan dinginku. Kugenggam tangan hangatnya sambil tersenyum.

“Namaku…Yue” aku pun menyeringai dan dengan cepat kuhampiri lehernya yang putih mulus dan mengalirkan kehangatan itu. Satu desahan dan hidup nya pun mengalir dalam tiap sel tubuhku. Darahnya sangat hangat dan harum. Beruap hawa innocent miliknya yang belum sempat ia serahkan kepada siapapun dan sayang sekali aku hanya tertarik pada darahnya.

Ya.

Mari bersulang..

Untuk hidup.

*

Sudah tiga orang. Satu lagi dan aku akan pulang untuk tidur. Dengan langkah yang ringan aku mencari satu cawan lagi. Ketika aku sedang memperhatikan incaranku tiba-tiba seseorang menepuk bahuku. Aku berbalik dan tak lama aku merasakan nyeri yang amat sangat di ulu atiku.

“AKH!”
aku meringis. Meringis. Dan MERINGIS. Aku membuka mataku dan menatap rE salah satu Ksatria bangsa Freya. Ia tersenyum dingin.

“Bagaimanapun kamu tidak bisa lari dari ku. Apapun wujudmu”

Sial. Kalau begini aku tidak bisa terbang. Aku menunduk. Menatap sebilah pisau perak yang tertanam di perutku dan darah hitamku membasahi tangannya yang masih menggenggam pisau.

“Mu-mm..mustahil” suara ku tercekat dan jantungku berdegup kencang.

Ia mencabut pisaunya hingga aku terhempas terkapar di tengah lapangan berumput basah.

Samar-samar ia ku lihat mendekatiku ,hendak menghujamku lagi.

“Ja-ngan..ku mohon..” rintihku namun tidak juga menghentikan langkahnya.

Ia tersenyum dingin dan menarik kerahku. Detik kemudian ia memukul rahangku hingga aku tak lagi dapat menggambarkan rasa sakitnya. Bibirku robek. Dan pandanganku mulai kabur.

“Setelah sekian lama akhirnya kita bertemu” Ucapnya geram. Ia mengambil sesuatu dari saku celananya. Sebuah botol. Racun.

“Tidak. Jangan.. aku mohon..”

“pikir sekali lagi kalau kau mau berurusan dengan kami” ia membuka tutup botol itu dan membuka mulutku dengan paksa. Dengan susah payah aku meronta dan menolak tapi racun itu tetap terminum saat ku tersedak darah ku sendiri. Dingin. dingin. Rasanya seperti besi beku. Tapi tajam menusuk setiap sendi tubuhku dan membuatku kaku saat itu juga.

Dia pun tertawa puas dan menghilang.

Tubuhku berulang kali bergoncang..menggelepar-gelepar di tanah seperti ikan yang dikeluarkan dari air.

Jangan. Jangan pergi.

Sesuatu yang panas seperti menggumpal dari dalam perutku. Bergejolak dan naik ke tenggorokanku. Dengan susah payah kumuntahkan. Sebuah bola kristal berwarna hitam menggelinding dan terpantulkan cahaya bulan tepat di atasku. Cepat aku ambil dan cepat-cepat kusisipkan ke dalam kantong coatku. Lamat-lamat tubuhku mendingin..sangat dingin.

Aku harus pergi dari sini. Jangan sampai orang Vega melihat keadaanku begini. Dengan terseok-seok aku memegangi perutku dan merangkak menjauhi langit terbuka. Aku terus merangkak menghampiri sebatang pohon besar yang sangat lebat dan gelap. Dengan nafas putus-putus dan darah yang bercucuran deras dari perutku dan bersandar pada batang pohon itu. Kalau aku masih bisa hidup sampai besok pagi dan jika aku bisa dapat kan embun pertama maka aku akan selamat. Walaupun itu harus dibayar dengan sangat mahal. Nafasku kian tersenggal-senggal. Terbatuk-batuk dan terus mengeluarkan darah. Darah hitamku berkilau terpantulkan cahaya dan pandanganku semakin kabur. Kepalaku berdenyut sakit bukan main.

Tanganku mulai lemah dan darahku kembali mengucur deras keluar dari perutku. Kemeja putih ku telah berubah hitam bersimbah darah.

Aku tersenyum getir.

Akhirnya kau bisa melihat darahmu sendiri, Yue.

Kataku pada diriku sendiri. Sejak dulu aku bertanya-tanya bagaimana rasa darahku. Apakah seenak dan semanis darah manusia?

Ternyata pahit dan aneh. Untung aku meminum darah manusia dan bukan seorang vampire kanibal.

“UHHUK!- uhhuk!” lagi batuk ku keluar bersama darah.

Aku memejamkan mataku. Menarik nafas sepanjang mungkin sampai sakit dada ini dan tetap berharap bisa selamat dari kematian ini.

Aku tidak mau mati. Siapapun tolong aku…